Indonesia vs. Malaysia, Apakah Masih Ingin Diperbincangkan?
Indonesia vs. Malaysia, saya rasa merupakan kalimat yang paling panas saat ini dalam opini masyarakat. Kata-kata Bung Karno seperti Ganyang Malaysia seakan menambah keyakinan publik di Indonesia untuk terus menunjukkan amarah yang (katanya) mengandung rasa nasionalisme tinggi. Apalagi, maraknya isu-isu seperti reog ponorogo, dan batik yang di klaim milik Malaysia semakin membuat histeria masyarakat naik. Akan tetapi, apakah ini semua perlu untuk diperbincangkan?
Sebelum membaca level selanjutnya, yang perlu dipahami ialah saya disini tidak akan membela Indonesia, maupun Malaysia. Jadi, seluruhnya tetap terserah Anda dalam menilai keduanya.
Menanggapi kondisi perseteruan ini, menurut pemikiran saya (kalo gila ya harap maklum), masyarakat Indonesia yang cerdas seharusnya mampu berpikir lebih jauh ke depan. Artinya, apakah berita-berita pengklaiman akan kekayaan kita terhadap Malaysia itu benar adanya atau tidak. Saya melakukan sedikit investigasi terhadap berita-berita yang miring tentang hubungan ² negara ini. Ketika sifat skeptis saya muncul, langsung saja saya searching berita-berita tersebut. Namun ternyata, hampir sebagian besar berita itu cuma hoax belaka.
Saya yakin dalam hal ini ada beberapa pihak yang memang sengaja memanfaatkan keadaan seperti ini. Bodohnya lagi, masyarakat Indonesia terkenal orang yang gampang ‘panas’. ‘Panas’ itulah yang memberikan keuntungan terhadap pihak-pihak provokator yang ingin membuat buruk hubungan keduanya.
Apabila dilihat dari beberapa kasus, tentu kita melihat Malaysia memang melanggar arti kata ‘saudara serumpun’ dengan seenaknya mengklaim budaya Indonesia menjadi miliknya. Namun, apakah kita pantas untuk marah? Jawabannya, boleh saja marah 50%, dan sisanya lagi tidak boleh marah. Lho kenapa begitu? Ya, coba kita renungkan lagi, apa pernah kita menghargai budaya kita sendiri? Apa pernah kita dengan penuh sadar melestarikan budaya-budaya yang ada? Toh kenyataannya masyarakat Indonesia kebanyakan banyak yang malu dengan budayanya kok. Masyarakat perkotaan misalnya, lebih suka memakai pakaian rancangan desainer sekaliber roberto cavalli, daripada memakai baju kurung untuk pesta. Alasannya, kampungan!
Nah berarti, masyarakat sendiri juga tidak menghargai keanekaragaman budaya yang kita miliki bukan? So, untuk apa marah kepada Malaysia? Kalo itu semua kenyataan.
Sedikit pengalaman saya sewaktu berkesempatan pergi ke Malaysia, ternyata mereka welcome banget ketika tahu bahwa saya turis dari Indonesia. Maka dari itu, kenyataan pahit saya rasakan bahwa ternyata mereka menghormati budaya-budaya indonesia yang sangat kaya, sehingga menurut saya hal inilah yang menjadi alasan mereka yang berkeinginan untuk memiliki budaya kita agar dapat mereka banggakan. Anggapan saya yang suka marah setelah diracuni BM-BM Malayshit langsung berubah menjadi malu seketika setelah melihat bagaimana Malaysia menata negaranya lebih baik dari kita. Kebanyakan dari mereka justru merasa prihatin dengan buruknya politik di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit yang berharap dan berdoa semoga Indonesia mendapat pemimpin yang benar sehingga tidak menjadi negara yang terpuruk.
Oleh karena itu, sebaiknya berpikirlah jernih terhadap suatu masalah, sebelum kita menentukan sikap untuk pro-atau-
kontra. Malaysia mungkin salah, namun, jika Indonesia juga memiliki attitudes yang baik kepada Malaysia, bahkan kepada budaya Indonesia itu sendiri, tentu kejadian peng-klaim-an budaya tidak akan terjadi.